Dalam rangka Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang namanya jamba dan lamang tidak dapat tidaknya. Itu harus ada, dan itu pula tradisi yang dilakukan sejak zaman saisuak di Nagari Campago Barat umumnya Kabupaten Padang Pariaman. Peringatin Maulid ini dilakukan sekali dalam setahun. yang mana umumnya Masjid atau surau di Nagari Campago Barat memperingati dengan cara Badikia, Malamang serta makan bajamba. Peringatan Maulid itu dilakukan semalam sehari. Tak heran, sejak malam panitia peringatan itu di sebuah surau telah disibukkan oleh berbagai kesibukan, terutama menyambut tamu yang hadir.
Dalam acara itu pula cara masyarakat kampung membangun Masjid atau suraunya , karena setiap masyarakat yang hadir memberikan sumbangan yang tidak ditentukan jumlahnya. Sumbangan yang dapat dari tamu undangan, serta dari rantau dan rang sumando dicatat dan diumumkan di papan pengumuman. Tentunya bukan bermaksud agar yang menyumbang jadi ria. Tidak. Tetapi, panitia ingin acara yang dilakukan itu terlaksana secara transparan, diketahui banyak orang, berapa uang masuk dan berapa uang keluar untuk keperluan sedeqah urang siak, serta keperluan buat sewa ini dan itunya.
Diamping itu traidisi maulid nabi muhammad SAW dengan badikia, malamang dan makan bajamba juga dijadikan momentum untuk silahturahmi serta meningkatkan budaya gotong royong sesama masyarakat karena dari sumbangan masyarakat bisa menambah uang khas bagi mesjid ataupun surau yang dapat digunakan untuk pembangunan mesjid atau surau tersebut.
Sebenarnya, kalau dikaji secara ekonomi, bagi sebuah kepala keluarga pelaksanaan Maulid seperti badikia itu sangatlah besar modalnya. Bayangkan, semua makanan yang dibutuhkan tak ada yang tidak dibeli. Mulai dari buluah untuk buat lamang, ikan besar-besar, kue, dan buah-buahan. Tetapi, semiskin apapun rang Piaman, kalau acara itu telah tiba harus dilakukan. Dan semuanya harus pula diadakan. Bagi urang siak pandai badikia, bulan ini tentu merupakan bulan tempat mereka panen rezeki. Nyaris para tukang dikia itu tiap malam melakukannya sesuai undangan dari panitia. Apalagi, jumlah pandai dikia ini persentasenya bukan bertambah, tetapi berkurang dari masa-kemasa.
Tukang dikia membaca riwayat Nabi Muhammad SAW, sejak proses kelahiran hingga wafat dengan cara membaca syair, dengan irama yang rancak, disukai oleh yang tua-tua terutama mereka yang mengerti akan makna yang dibaca tukang dikia demikian. Sedangkan dalam rumah tangga, yang suraunya tengah melakukan acara Maulid, merupakan momen pula untuk jalang-manjalang. Lamang yang dia masak, nasi yang ditanak tidak sekedar untuk diangkut ke surau. Tetapi sebagiannya juga untuk rumah mertua atau rumah orangtua suaminya. Inilah yang disebut dengan ipar besan, andan-pasumandan. Hanya musim Maulid itulah mereka bisa membawakan mertuanya makanan enak, karena anaknya sudah dipakai.